Skip to main content

opini : buku Back Door Java (bagian 2)

Kehidupan Warga Kampung

Warga Kampung Rumah Putri beranggapan bahwa tinggal di kampung lebih baik daripada tinggal di kota. Kehidupan di kampung kental dengan sikap tolong menolong dan tenggang rasa. Ada saja warga yang memberi makanan pada tetangganya, bila si tetangga tersebut tidak memiliki apa – apa untuk dimakan. Kedekatan antar warga kampung ini akhirnya menimbulkan suatu peraturan tidak tertulis bahwa warga yang tidak ambil bagian dalam kehidupan kampung akan dikucilkan. Seorang warga kampung yang tidak pernah keluar rumah di sore hari untuk sekadar ngobrol dengan tetangga atau menyapu halaman rumah, dianggap tidak ambil bagian dalam kehidupan kampung. Begitu juga dengan warga yang sepulang kerja tidak membiarkan pintu rumahnya terbuka dan tidak pernah tampak di depan rumah akan dituding bukan warga kampung. Janice menyimpulkan, agar diterima sebagai warga kampung, setidaknya ia harus membiarkan pintu rumahnya terbuka pada saat – saat tertentu dan muncul di halaman rumah sesekali.



Dulu ketika masih SD, akhir tahun 90-an, saya masih ingat kebiasaan menyapu halaman rumah dan mengobrol di sore hari yang dilakukan orang – orang di gang tempat tinggal saya. Kegiatan ini bukan sekadar menyapu halaman saja, tapi juga menjadi ajang bersosialisasi dengan tetangga satu gang. Semua kepala keluarga di gang rumah saya adalah anggota TNI, sehingga bapak - bapak masuk kerja pukul 06.30 WIB dan baru pulang sore hari. Ibu – ibunya kebanyakan merupakan seorang ibu rumah tangga, walaupun ada beberapa yang menjadi PNS dan guru sekolah. Saya ingat sekali orang – orang sering berkumpul (walaupun tidak setiap hari) di sore hari. Ibu – ibu biasanya sambil menyapu halaman atau menyuapi anaknya, sedangkan bapak – bapak terkadang hanya sekadar mengobrol sambil duduk – duduk atau menyiangi rumput liar di halaman.

Anak – anak kecil di gang juga -menurut saya- secara tidak langsung ikut ambil bagian dalam kegiatan bersosialisasi ini. Biasanya, anak – anak baru pulang sekolah di siang hari dan kemudian langsung makan dan tidur siang. Baru sekitar jam 15.30 WIB, mereka keluar rumah dan bermain bersama teman – teman seumuran (terkadang dengan yang lebih tua atau juga lebih muda). Kegiatan bermain ini biasanya berlangsung sampai menjelang maghrib, ketika para orang tua menyuruh mereka untuk mandi sore.

Saya juga masih ingat, kalau ibu saya terkadang membicarakan (dengan ayah saya) mengenai salah satu tetangga yang jarang keluar rumah di sore hari. Ibu saya bilang, tetangga itu menyapu halaman siang – siang ketika orang lain masih di dalam rumah agar tidak diajak mengobrol. Anak tetangga itu juga tidak diijinkan main dengan anak – anak lain, selalu saja di rumah. Begitu juga kalau ibu saya bertemu dengan ibu – ibu yang lain, terkadang malah membicarakan tetangga yang terkesan ekslusif itu (kok jadi gosip gini yah..hehe). 

Saya pikir, seseorang memiliki hak untuk tidak keluar di sore hari dan memilih tidak berbaur dengan warga lain. Tapi, menurut ibu saya -dan kebanyakan tetangga saat itu- hal itu kurang baik. Ibu saya bilang, orang yang paling pertama kali menolong kalau kita mendapat musibah atau kesulitan adalah tetangga. Oleh karena itu kita harus menjaga hubungan baik dengan tetangga. Apalagi, menurut ibu saya, hal seperti itu (berkumpul di sore hari) sudah menjadi tradisi turun temurun di lingkungan kami. 

Seiring berjalannya waktu (loh..), banyak tetangga – tetangga yang akhirnya harus pindah karena masa kerja sebagai anggota TNI telah berakhir dan kemudian digantikan dengan tetangga – tetangga baru. Menurut saya, kehidupan yang semakin modern membuat kehidupan di gang tempat saya tinggal juga lambat laun berubah. Sekarang, jarang sekali ada kumpul – kumpul di sore hari. Paling, sesekali saja. Apalagi cerita tentang menyapu halaman rumah. Sekarang, sudah banyak rumah yang memiliki pembantu sehingga pekerjaan sapu menyapu diambil alih oleh pembantu. Terlebih, jumlah pohon di gang tempat saya tinggal sudah jauh berkurang dibandingkan dulu. Banyak tetangga yang memilih untuk menebang pohon – pohon itu, dengan alasan menghalangi pandangan dan menyebabkan halaman rumah kotor (karena daun yang gugur).


Kehidupan warga Kampung Rumah Putri di sore hari -ketika Janice melakukan penelitian- hampir mirip dengan apa yang dulu biasa terjadi di gang tempat saya tinggal. Janice menjelaskan bahwa sore hari menandai adanya peningkatan kegiatan di lingkungan kampung. Warga yang bekerja di luar kampung biasanya sudah pulang dan beristirahat atau sedang bersiap – siap untuk mandi. Anggota keluarga yang sedang menunggu giliran mandi biasanya bertugas menyapu halaman sambil berbagi cerita -terkadang bergunjing- dengan tetangga. Orang Islam yang taat juga terlihat mulai sibuk menuju ke masjid untuk sholat maghrib. Menurut Janice, kegiatan – kegiatan di sore hari tersebut merupakan ciri khas semua kota yang pernah ia temui di Jawa. Tentu saja, hal ini mungkin akan sangat berbeda dengan kebiasaan masyarakat di kota asal Janice. Bagi Janice, temuan “menarik” dalam kehidupan sehari – hari orang Jawa di kampung ini sangat berarti bagi penelitian etnografi yang ia kerjakan. Selain itu, Janice juga mulai sedikit memahami bagaimana peran ibu rumah tangga dalam kehidupan di kampung Jawa. Bagaimana sih contoh kegiatan bersosialisasi para ibu rumah tangga di Kampung Rumah Putri? Hmm..mungkin kita bisa menemukan jawaban tersebut di bagian 3 :).

Comments

Popular posts from this blog

opini : lagu Opo Aku Iki - Soimah

Miko Fajar Bramantyo

Lirik Lagu Merapi lan Merbabu - Anik Sunyahni