Skip to main content

a Window in Our Life

Urip Iku..

Banyak pepatah mengatakan bahwa manusia merupakan mahkluk yang tidak pernah cukup, tidak pernah merasa puas dan selalu ingin “lebih” atau “berbeda” dari apa yang dimilikinya. Dalam arti positif, manusia akan selalu menuju ke arah yang lebih baik dan berusaha dengan sungguh – sungguh untuk menjadi manusia yang lebih maju sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup Namun, dalam arti negatif bisa saja dikatakan bahwa manusia tidak akan pernah merasa cukup dengan nikmat yang telah diberikan Tuhan. Bahkan dengan sifat alamiah manusia ini, bisa saja ia merasa iri dan dengki dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Saya juga menyadari, mungkin memang begitu adanya sifat manusia. Terkadang kita beranggapan bahwa teman atau tetangga kita punya kehidupan yang lebih nyaman, lebih “enak” dan hidupnya kok beruntung terus sih

Sesungguhnya, hidup itu adalah mengenai “sawang” dan “sinawang” yaitu “melihat” dan “dilihat” saja. Manusia saling melihat satu sama lain sehingga mampu ‘menilai’ kehidupan orang lain. Tentu saja penilain ini merupakan kesimpulan berdasarkan “penglihatan” tadi. Tidak ada yang salah memang dengan saling menilai ini. Tapi kalau kita salah menyikapinya, barulah terkadang menimbulkan masalah. Kita semua pasti pernah, walaupun hanya sekali, merasa bahwa orang lain lebih beruntung dari kita. Saya juga tentunya pernah merasakan demikian. Terkadang saya jadi “galau” bahkan malah sampai meratapi nasib yang tidak ada habisnya. Lalu saya sering berpikir “dia sih enak..dia sih gampang..kan dia begini..dia begitu..”. Jujur, itu sangat melelahkan bagi saya. Menghabiskan waktu untuk merutuki nasib saya sendiri dan lebih lelah lagi ketika membandingkannya dengan “keberuntungan” orang lain.
Urip iku sawang sinawang. Seneng nyawang enake uwong. Lali penake dewe.
Seperti saat kita melihat pemandangan dari balik jendela. Kita hanya mampu memandang sebesar jendela yang tersedia. Laut yang sebegitu luasnya, ya..hanya terlihat se-kotak jendela saja. Awan yang sebegitu banyaknya, juga hanya terlihat sebagian saja dari balik jendela. Menurut saya, manusia juga memiliki “jendela” itu. Dalam melihat sesuatu, manusia tergantung pada kemampuan “mata” dan “pengetahuan”-nya. Wajar kan kalau dalam menyikapi satu masalah yang sama, kita dan teman sering berbeda pendapat? Itu karena kita memiliki “jendela” yang berbeda dalam melihat masalah itu.

Hal yang sama juga berlaku bagi kita yang sedang “galau” melihat keberuntungan orang lain. Sesungguhnya (*halah), apa yang kita lihat itu sama sekali belum semuanya. Kita tidak tahu -misalnya- perjuangan dia sampai se-beruntung itu, atau mungkin keberuntungan itu adalah hasil perjuangan orang tuanya yang selalu menghabiskan waktu sepertiga malam untuk mendoakan anaknya. Mungkin juga keberuntungan itu hanya salah satu dari begitu banyak ujian – ujian yang ia dapatkan karena terkadang ketika seseorang menerima keberuntungan, ia malah sombong dan takabur bahkan yang lebih parah adalah mungkin saja jadi ada orang yang berniat mencelakai ia dan keluarganya karena tidak suka dengan keberuntungan yang ia dapatkan. Fiuhhh..itu sih bagian ter’seram’nya >.<

“Galau” boleh – boleh saja kok, asal tidak berlarut – larut dan tentu pada akhirnya kita harus mendapatkan hikmah dari “kegalauan” tersebut..hehe. Ini pula yang sering saya pikirkan. Saya sangat percaya bahwa Allah itu Maha Adil, Maha Mengetahui yang terbaik untuk hambaNya, namun saya sendiri sering merasa “iri” (sedikit sih..hehe) ketika orang lain bisa mendapatkan apa yang tidak saya dapatkan. Padahal, apa yang menurut saya baik belum tentu baik menurut Allah, karena Allah lebih mengetahui tentang hambaNya (Q.S. 17:54) dan ilmu Allah meliputi seluruh manusia (Q.S. 17:60), jadi sudah jelas yang lebih tau apa yang baik dan tidak untuk saya sebenarnya hanyalah Allah SWT. Kalau ilmu Allah meliputi seluruh manusia, kalau ilmu saya jelas..tidak meliputi apa – apa. Ya..terkadang lupa tentang hal ini, tapi insya Allah selalu diingatkan..hehe.

Selain melihat orang lain, tentu kita juga “dilihat” orang lain. Ada beberapa orang yang merasa kalau kita memilki hidup yang lebih enak dan beruntung, padahal sih kita merasa hidup ini biasa – biasa saja. Tentu saja kita harus bersyukur. Menyadari kalau memang masih banyaaaaakkk sekali hal yang harus dan bisa kita syukuri serta yang terpenting adalah jangan sampai sombong bin takabur. Tapi terkadang, ada juga beberapa orang yang meremehkan hidup atau hasil kerja keras kita. Jangan terlalu sedih berlarut – larut. Toh..orang yang mengata – ngatai kita itu tidak tahu bagaimana usaha kita, bagaimana perjalanan di balik keputusan yang kita ambil..kan dia juga punya “jendela” sempit itu. Singkatnya jangan ambil pusing. Kalau kita sudah berusaha sekuat tenaga, tapi hasil usaha kita tetap tidak dihargai, yakinlah ada hal yang lebih baik di balik itu semua :). Sedih dan bahagia itu berasal dari diri kita dan hanya diri kita sendiri yang mengijinkan itu semua terjadi. Tetap semangat!!!
Di atas langit masih ada langit. Di bawah keset masih ada lantai. So, be happy^^

Comments

Popular posts from this blog

opini : lagu Opo Aku Iki - Soimah

Miko Fajar Bramantyo

Lirik Lagu Merapi lan Merbabu - Anik Sunyahni