Skip to main content

opini : buku Back Door Java (bagian I)

Kampung dan Orang Kampung..

Jalan Malioboro, Jogjakarta
Penelitian yang dilakukan oleh etnografer asal Amerika, Janice Newberry, mungkin memang sudah lama (awal tahun 2000-an) tetapi tetap menarik bagi saya. Fokus dari penelitian ini sebetulnya ada dua, yaitu meneliti kegiatan perkumpulan nasional untuk ibu rumah tangga (PKK) dan meneliti kehidupan orang Jawa -kelas pekerja- di perkotaan. Agak sulit bagi saya untuk memahami semua isi buku karangan Janice ini karena banyak kalimat - kalimat khas etnografi yang kurang saya mengerti. Namun, saya menyukai buku ini karena tertarik pada gambaran mengenai kehidupan warga sebuah kampung bernama Rumah Putri. Sebuah kampung yang -konon- terletak di tengah kota Jogjakarta dan berbatasan langsung dengan keraton.


Saya pernah mencoba mencari lokasi Kampung Rumah Putri lewat google. Sayangnya, saya kurang menemukan informasi yang meyakinkan. Menurut buku ini, Kampung Rumah Putri merupakan kawasan yang cukup terkenal di antara masyarakat Jogjakarta. Letaknya bersinggungan dengan persimpangan jalan di barat daya keraton. Jalan utama dekat Kampung Rumah Putri merupakan jalan yang lebar dan padat lalu lintas. Kampung Rumah Putri terbentang ke selatan dan barat dari keraton dan kota. Terdapat ciri khas yaitu sebuah gereja katolik besar di dekat jalan masuk kampung. Menurut Janice, banyak pengemudi becak di Jogjakarta mengenal Rumah Putri sebagai tempat pertunjukkan wayang dan bengkel kerja perajin wayang. 


Taman Sari - Yogyakarta
Kampung Rumah Putri sering dikaitkan dengan adanya hubungan warga - warga kampung dengan Keraton Jogjakarta. Saya jadi teringat kunjungan saya ke Taman Sari tahun lalu. Taman Sari merupakan tempat wisata yang dekat dengan Keraton Jogjakarta dan dulu merupakan tempat mandi ratu dan para puteri keraton. Seorang guide mengatakan bahwa di sekeliling Taman Sari terdapat rumah - rumah para keturuan abdi dalem keraton. Tembok bagian belakang rumah - rumah tersebut memiliki simbol - simbol agama, seperti tanda salib dan sebagainya. Bapak guide mengatakan bahwa simbol tersebut menunjukkan bahwa abdi dalem memiliki agama yang berbeda - beda dan keraton memberikan toleransi terhadap keberagaman tersebut.

Saya jadi berpikir, mungkinkah rumah - rumah di sekeliling Taman Sari itu merupakan bagian dari Kampung Rumah Putri? Menurut buku ini, beberapa warga Kampung Rumah Putri bercerita tentang penduduk awal kampung yang merupakan abdi dalem keraton. Seorang warga sepuh -sudah tua- bernama Bu Hartono menceritakan bahwa dulu banyak abdi dalem terlihat mengenakan sarung batik dan berjalan menuju keraton. Pada waktu itu, mereka menggunakan bahasa Jawa tinggi -kromo inggil- yang biasa digunakan di keraton. Saya jadi teringat juga ketika berjalan - jalan di sekitar area keraton, saya berpapasan dengan sekelompok bapak - bapak yang memakai batik khas Jogjakarta, memakai blangkon dan sarung tapi tanpa sendal alias bertelanjang kaki. Mereka sedang berjalan menuju keraton sambil berbincang - bincang. Pasti mereka abdi dalem masa kini :). Hehe..


Persepsi Janice, penulis buku ini, mengenai "kampung" awalnya adalah sebuah daerah padat penduduk di kota dan rumah - rumah yang berhimpitan di belakang gedung - gedung dan jajaran toko. Pandangan Janice mengenai "kampung" kemudian berubah setelah memasuki Kampung Rumah Putri. Rumah Putri memiliki jalan utama yang lebar dan tidak nampak bangunan rumah berhimpitan. Di sepanjang jalan dapat terlihat rumah - rumah besar dan permanen serta banyak terdapat pohon rindang di pinggirannya. Beberapa jalan di Kampung Rumah Putri cukup lebar untuk dilalui sebuah mobil. Kampung Rumah Putri hampir terlihat seperti pedesaan karena terdapat lapangan terbuka, ruang terbuka -seperti kebun- yang ditumbuhi pohon pepaya dan bambu, serta masih terdapat sawah. Kesan keseluruhan yang didapatkan Janice mengenai kampung itu adalah lingkungan yang tenang dan damai (sama seperti apa yang saya pikirkan ^^). 



... Sungguh tampak bagaikan "mutiara dari Timur" "Jawa Besar" purba ini, Jawa milik orang asli, penggugah kalbu berdendang memuja - memuji setinggi langit, yang dilukiskan dengan kata - kata indah - indah, lebih dari pulau manapun di dunia fana ini (Scidmore, 1986).


Janice juga menemukan bahwa dibalik jalan dan rumah - rumah yang besar itu ternyata terdapat rumah - rumah yang lebih kecil di gang - gang kampung. Rumah - rumah itu biasanya terbuat dari bambu -bukan berdinding semen- dan lantainya adalah tanah. Selain kecil, biasanya rumah itu juga dihuni oleh banyak anggota keluarga sehingga mereka harus hidup berdesak - desakkan. Bahkan, ada beberapa rumah yang menurut Janice merupakan rumah tidak layak huni. Tentu saja dapat disimpulkan bahwa perekonomian warga dengan rumah kecil tersebut berada dibawah warga dengan rumah besar di jalan utama Kampung Rumah Putri. 

Warga Kampung Rumah Putri yang diteliti oleh Janice merupakan "orang kebanyakan". Janice menyebutkan bahwa warga Kampung Rumah Putri bukan pelopor dan penggerak modern bangsa Indonesia. Meskipun begitu, mereka juga dikatakan "tidak miskin - miskin amat". Mereka bukan petani khas Jawa yang bekerja membanting tulang di sawah. Mereka adalah warga modern Indonesia dan menjadi sangat menarik untuk diteliti karena kekhasannya yang "sangat normal" dan "sangat biasa". Bagi Janice, warga kelas pekerja di sebuah kampung Jogjakarta sangat penting bagi peradaban bangsa Indonesia dan ikut menentukan langkah bangsa ini ke depan. 

Salah satu hal menarik dalam buku Back Door Java ini adalah mengenai definisi "kampung" yang dipaparkan oleh Janice. "Wong kampung" atau orang kampung dapat diartikan sebagai orang yang rendah hati dan memiliki tenggang rasa. Namun, wong kampung sering diartikan juga sebagai orang yang miskin, suka berkelompok dan berwawasan sempit. Saya rasa, mungkin mayoritas orang -kota- menganggap bahwa orang kampung adalah orang yang relatif miskin dan berwawasan sempit -karena latar belakang pendidikan yang rendah-. Namun, bagi saya keramahan dan sikap gotong royong serta tenggang rasa orang kampung sangat khas. Janice juga menambahkan bahwa kehidupan kampung memberikan rasa aman dari tekanan - tekanan kehidupan modern. Mereka mengutamakan tolong menolong dan tenggang rasa antar sesama warga. Sebagai konsekuensi dari rasa aman ini, kehidupan kampung juga dapat berarti sebagai adanya pengawasan ketat dan penuh curiga oleh tetangga dan kerabat. 

Tentu saja untuk meneliti kehidupan warga Kampung Rumah Putri ini, Janice harus berbaur dan menjadi ibu rumah tangga seperti kebanyakan perempuan di kampung itu. Dengan menjadi bagian dari warga kampung, Janice bisa melihat sendiri fenomena - fenomena apa saja yang terjadi pada kehidupan sehari - hari warga Kampung Rumah Putri. Masih banyak hal menarik dari buku Back Door Java yang akan saya tulis di bagian II :). So..stay tuned^^



Comments

Popular posts from this blog

opini : lagu Opo Aku Iki - Soimah

Miko Fajar Bramantyo

Lirik Lagu Merapi lan Merbabu - Anik Sunyahni