Skip to main content

Animal Class (The 7 Habits of Highly Effective People)

Everyone is Special


Suatu hari, para hewan memutuskan untuk melakukan sesuatu yang heroik dengan mendirikan sekolah, agar mereka dapat mengatasi masalah – masalah “Dunia Baru”. Mereka mengadopsi kurikulum aktivitas yang terdiri dari kegiatan berlari, memanjat, berenang dan terbang. Agar pengelolaan sekolah lebih mudah, diputuskan bahwa seluruh hewan akan mengambil semua kegiatan.

Bebek sangat mahir berenang, bahkan lebih baik daripada pelatihnya. Bebek juga sangat baik dalam kegiatan terbang, namun ia memiliki nilai rendah untuk kegiatan berlari. Bebek harus berhenti berlatih renang dan menambah jam latihan berlari setelah jam sekolah selesai. Ia terus berlatih keras untuk berlari hingga selaput di kakinya pun terasa lelah dan nilai renangnya menjadi rata – rata. Tetapi nilai rata – rata adalah sesuatu hal yang diterima di sekolah, sehingga tidak ada orang yang khawatir -kecuali si Bebek. 

Seekor kelinci awalnya adalah pelari teratas di kelasnya, namun kemudian nilainya turun karena ia berusaha keras di kegiatan berenang. Tupai sangat baik dalam kegiatan memanjat, namun ia frustasi di kegiatan terbang saat gurunya menyuruh ia memulai terbang dari tanah dan bukan menyuruhnya untuk memulai terbang dari pohon ke tanah. Tupai pun berusaha keras dalam kegiatan terbang, hingga ia mendapat nilai C di kegiatan memanjat dan nilai D di kegiatan berlari. Elang merupakan murid yang bermasalah dan harus didisiplinkan berulang kali. Hal ini disebabkan karena Elang bersikeras menggunakan cara memanjatnya sendiri untuk mengalahkan murid – murid yang lain hingga ke puncak pohon.
Di akhir tahun pelajaran, belut abnormal yang bisa berenang dengan sangat baik dan juga mampu mengikuti sedikit kegiatan berlari, memanjat dan terbang, memiliki nilai rata – rata tertinggi dan menjadi murid teladan yang memberikan pidato perpisahan.Sedangkan, Anjing padang rumput memutuskan untuk keluar dari sekolah dan menuntut sekolah karena bagian administrasi tidak akan menambahkan kegiatan menggali ke kurikulum sekolah. Orang tua mereka kemudian mendesak anak mereka bergabung untuk memulai sekolah swasta yang sukses.
***

Kisah fiktif di atas terdapat dalam buku “The 7 Habits of Highly Effective People” karya Stephen Covey. Buku yang setahun terakhir ini menjadi buku favorit saya dan telah memberikan banyak inspirasi bagi saya. Kisah ini terdapat dalam Kebiasaan No. 6 Sinergi, dengan sub judul “Menghargai Perbedaan”. Menurut saya, Covey mencoba menjelaskan bahwa tiap individu memiliki keunikan dan kelebihan serta kekurangan masing – masing, namun terkadang kita ‘dipaksa’ untuk bisa mengerjakan hal – hal yang umumnya dikerjakan orang banyak. Covey menekankan agar kita mampu menghargai tiap perbedaan sehingga dapat bekerja sama dalam mengoptimalkan masing – masing kelebihan. Daripada selalu berfokus terhadap kekurangan seseorang, kita bisa mulai mengubah fokus kita kepada kelebihan orang tersebut sehingga kita dapat membentuk kerjasama yang baik dan juga keharmonisan.

Selain tentang menghargai perbedaan, saya juga teringat akan diri saya sendiri ketika membaca kisah fiksi tentang para hewan ini. Saya sering merasa bahwa diri saya adalah orang yang rata – rata saja dan tidak memiliki keahlian yang menonjol. Tidak seperti teman saya yang suka menjadi peneliti di hutan, atau saudara saya yang suka berjualan atau simply ada juga teman yang ingin mendedikasikan hidupnya untuk menjadi ibu rumah tangga berkualitas. Saya akui dari saya sekolah di Sekolah Dasar hingga ke Perguruan Tinggi, nilai saya alhamdulillah selalu baik. Namun, setelah lulus dari Perguruan Tinggi, saya sempat bertanya – tanya “ingin bekerja sebagai apa ya?” atau “setelah ini ingin melakukan apa ya?”. Saya baru menyadari bahwa saya tidak memiliki passion seperti yang -mungkin- kebanyakan orang punya.

Saya ingat ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya ingin bercita – cita menjadi seorang guru. Mungkin karena melihat ibu saya yang seorang guru, atau entah karena itu jawaban standar untuk anak seusia itu ketika ditanya perihal cita – cita. Begitu beranjak ke usia SMP dan SMA, cita – cita saya sempat berubah menjadi dosen. Tapi masih sebatas jadi dosen saja, belum tahu ingin jadi dosen yang mengajar apa. Ketika mulai kuliah di Perguruan Tinggi, saya malah jadi ingin pegawai BUMN saja. Begitu kuliah sudah selesai, akhirnya saya malah bingung mau meneruskan bagaimana dan kemana?Hehe.

Setelah saya membaca kisah ini saya jadi berpikir, apakah saya sebenarnya memiliki suatu keahlian yang menonjol? Apakah karena selama waktu sekolah saya dipakai untuk memfokuskan diri pada mata pelajaran yang lumayan banyak, saya jadi tidak mengasah keahlian tersebut bahkan menyadarinya pun tidak?Saya memang selalu dituntut untuk dapat mengikuti pelajaran di kelas dengan baik, meskipun saya kurang menguasai. Orang tua saya selalu berpesan agar saya jangan sampai tertinggal nilainya dari teman – teman yang lain, terutama di bidang MIPA. Alhamdulillah saya mampu mengikuti pelajaran – pelajaran dengan baik dan lulus dengan nilai yang baik. Saya sekarang menyadari, ternyata nilai yang baik saja tidak cukup. Mungkin saya kurang mempersiapkan dari awal mengenai apa keahlian saya yang spesifik, yang bisa menjadi passion saya dan motivasi saya untuk terus berkarya. Namun walaupun begitu, saya tidak menyesali apa yang telah terjadi di kehidupan saya. Meskipun banyak kesalahan yang pernah saya lakukan, tapi insya Allah saya selalu berusaha menjadi lebih baik setiap harinya.

Mungkin banyak juga orang yang merasakan kebingungan setelah menyelesaikan sekolah. Tidak tahu harus bagaimana, tidak tahu mau bekerja apa, tidak memiliki hobi yang menghasilkan materi dan sebagainya. Tetap semangat, tetap berusaha dan selalu meminta petunjuk pada Allah SWT^^. Allah pasti akan menujukkan jalan dan menyiapkan yang terbaik.Insya Allah. You’re not alone.

***

Animal Class
From The 7 Habits of Highly Effective People
Stephen Covey

Once upon a time, the animals decided they must do something heroic to meet the problems of a "New World," so they organized a school. They adopted an activity curriculum consisting of running, climbing, swimming, and flying. To make it easier to administer, all animals took all the subjects. 

The duck was excellent in swimming, better in fact than his instructor, and made excellent grades in flying, but he was very poor in running. Since he was low in running he had to stay after school and also drop swimming to practice running. This was kept up until his web feet were badly worn and he was only average in swimming. But average was acceptable in school, so nobody worried about thatexcept the duck. 

The rabbit started at the top of the class in running, but had a nervous breakdown because of so much makeup in swimming. The squirrel was excellent in climbing until he developed frustrations in the flying class where his teacher made him start from the ground up instead of from the tree-top down. He also developed charley horses from over-exertion and he got a C in climbing and a D in running. The eagle was a problem child and had to be disciplined severely. In climbing class he beat all the others to the top of the tree, but insisted on using his own way of getting there.

At the end of the year, an abnormal eel that could swim exceedingly well and also could run, climb and fly a little had the highest average and was valedictorian.

The prairie dogs stayed out of school and fought the tax levy because the administration would not add digging and burrowing to the curriculum. They apprenticed their children to the badger and later joined the groundhogs and gophers to start a successful private school.


Comments

Popular posts from this blog

opini : lagu Opo Aku Iki - Soimah

Miko Fajar Bramantyo

Lirik Lagu Merapi lan Merbabu - Anik Sunyahni